KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan
kehadirat Ida Sang Hyang Widi Wasa karena atas rahmat dan ridho – Nya kami
dapat menyelesaikan makalah Agama Hindu tentang “Kepemimpinan” ini tanpa
menemuai hambatan yang berarti.
Kami juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung
terselesainya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah
ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca, demi perbaikan makalah ini di kemudian
hari.
Demikian, kami harap buku
ini dapat dipergunakan sebaik – baiknya dan dapat memberikan manfaat yang besar
bagi kita senua. Amien.
Balinggi , Sept 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Belakangan
ini, terjadi krisis kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap para pemimpin
mereka. Banyak pemimpin yang terkena kasus-kasus yang tampaknya merupakan hal
yang kurang pantas dilakukan oleh seorang pemimpin. Kasus KKN, kriminal, korupsi, dan hal-hal lainnya.
Selain itu, yang menjadi alasan adalah banyak pemimpin yang tidak setia pada
janji mereka ketika masih berstatus sebagai calon pemimpin atau ketika
berkampanye. Mungkin ketika mereka berkampanye, mereka berjanji A terhadap
masyarakat yang kelak akan dipimpinnya, namun ketika sudah menjadi pemimpin.
Hal ini tentu sangat mengecewakan masyarakat yang telah memilihnya untuk
menjadi seorang pemimpin.
Untuk
itu, diperlukan suatu penanaman nilai-nilai kepemimpinan kepada para pemuda
sebagai calon pemimpin bangsa agar nantinya ke depan mereka bisa menjadi
pemimpin yang tangguh, berwibawa dan mampu menghilangkan krisis kepercayaan
masyarakat terhadap para pemimpin (Wijaya, 2011). Dengan demikian, diharapkan
ke depan Indonesia akan menjadi lebih baik secara ketatanegaraan dan
kemasyarakatan
Dalam
kehidupan bermasyarakat ataupun berorganisasi tidak lepas dari adanya pihak
yang memimpin dan pihak yang dipimpin. Setiap kelompok masyarakat maupun
organisasi sudah pasti ada pemimpin, baik secara formal maupun non formal.
Berhasil atau tidaknya suatu kelompok organisasi ditentukan oleh berbagai
faktor, di antaranya bagaimana figur pemimpinnya. Pemimpin yang baik dan ideal
akan mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi. Di dalam masyarakat mana pun
kepemimpinan merupakan hal yang pokok yang ikut menentukan jalannya suatu
organisasi.
Istilah
pemimpin berasal dari kata dasar “pimpin” yang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) diartikan sebagai “bimbing atau tuntun”. Kata kerja dari kata
dasar ini, yaitu “memimpin” yang berarti “membimbing atau menuntun”. Dari kata
dasar ini pula lahirlah istilah “pemimpin” yang berarti “orang yang memimpin”
(Tim Penyusun,2005:874). Kata pemimpin mempunyai padanan kata dalam Bahasa
Inggris “leader”.
Sementara
itu kata “pemimpin” mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kata
“kepemimpinan”. Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki dari seorang
pemimpin. Dengan kata lain, kepemimpinan juga dapat diartikan sebagai kemampuan
untuk memimbing dan menuntun seseorang. Jika tadi kata pemimpin mempunyai
padanan kata dalam Bahasa Inggris (leader), maka kepemimpinan juga mempunyai
padanan kata dalam Bahasa Inggris yaitu leadership. Kata ini berasal dari kata
dasar “lead” yang dalam Oxford Leaner’s Pocket Dictionary (Manser, et all.,1995
: 236) diartikan sebagai “show the way, especially by going in front”.
Sementara itu kata “leadership” diartikannya sebagai “qualities of a leader”.
Secara
umum, kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan untuk mengkoordinir dan
mengerahkan orang-orang serta golongan-golongan untuk tujuan yang diinginkan
(Tim Penyusun,2004:78). Menurut William H.Newman (1968) kepemimpinan adalah
kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku
manusia baik perorangan maupun kelompok. Bahasan mengenai pemimpin dan
kepemimpinan pada umumnya menjelaskan bagaimana untuk menjadi pemimpin yang
baik, gaya dan sifat yang sesuai dengan kepemimpinan serta syarat-syarat apa
yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yang baik.
Menyimak
pengertian di atas maka terkait dengan kepemimpinan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, kepemimpinan selalu melibatkan orang lain sebagai
pengikut. Kedua, dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuatan yang tidak
seimbang antara pemimpin dan yang dipimpin. Ketiga, kepemimpinan merupakan
kemampuan menggunakan bentuk-bentuk kekuatan untuk mempengaruhi perilaku orang
lain. Keempat, kepemimpinan adalah suatu nilai (values), suatu proses kejiwaan
yang sulit diukur.
a.
Pengertian kepemimpinan?
b.
Bagaimana kepemimpinan Hindu dalam Nitisastra?
c.
Bagaimana konsep kepemimpinan dalam Hindu?
C.
Tujuan
Memenuhi
tugas Mata Pelajaran Agama Hindu
BAB II
PEMBAHASAN
Secara
umum, kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan untuk mengkoordinir dan mengerahkan
orang-orang serta golongan-golongan untuk tujuan yang Bahasan mengenai pemimpin
dan kepemimpinan pada umumnya menjelaskan bagaimana untuk menjadi pemimpin yang
baik, gaya dan sifat yang sesuai dengan kepemimpinan serta syarat-syarat apa
yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yang baik.
Menyimak
pengertian di atas maka terkait dengan kepemimpinan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, kepemimpinan selalu melibatkan orang lain sebagai
pengikut. Kedua, dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuatan yang tidak
seimbang antara pemimpin dan yang dipimpin. Ketiga, kepemimpinan merupakan
kemampuan menggunakan bentuk-bentuk kekuatan untuk mempengaruhi perilaku orang
lain. Keempat, kepemimpinan adalah suatu nilai (values), suatu proses kejiwaan
yang sulit diukur. Kata kepemimpinan berasal dari kata dasar pimpin yang
artinya bimbing atau tuntun. Dari kata pimpin lahirlah kata kerja memimpin yang
artinya membimbing atau menuntun, da kata benda pemimpin yaitu orang yang
berfungsi memimpin atau menuntun atau orang yang membimbing. Kepemimpinan
memiliki berbagai istilah seperti : Leadership “leader” dari kata asing,
management dari kata ilmu administrasi dan Nitisastra dari kata Hindu
Kitab
atau susastra Hindu yang banyak mengulas tentang konsep-konsep kepemimpinan
termasuk etika dan moral di dalamnya disebut dengan kitab “Niti Sastra”. Kata
ini berasal dari Kata Sanskerta “niti (Naqita)” yang berarti “bimbingan,
dukungan, bijaksana, kebijakan, etika” (Surada,2007:190). Zoetmulder (2006:707)
mengartikan kata “niti” sebagai “ cara bekerja dengan baik dan benar; tingkah
laku yang bijaksana; ilmu tata negara atau politik; kebijaksanaan politik;
kebijaksanaan duniawi; taktik atau rencana yang baik; garis perbuatan;
rencana”. Nitisastra sendiri menurut Zoetmulder (2006:708) merupakan ilmu atau
karya mengenai etika politik.
Dengan
demikian ruang lingkup Nitisastra tentu sangat luas mencakup pula etika,
moralitas, sopan santun dan sebagainya. Dari pemahaman etimologis tersebut maka
“niti sastra” dapat diartikan sebagai keseluruhan sastra yang memberikan
ketentuan, bimbingan, arahan bagi umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan
agar menjadi lebih teratur, terarah, dan lebih baik.
Selama
ini fokus atau pokok bahasan yang menjadi topik dari Nitisastra adalah Kautilya
Artha Sastra. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan sebagai berikut: Pertama,
Kautilya adalah ahli politik dan kenegaraan tersohor; Kedua, kelengkapan dan
kecermatan Kautilya dalam menyusun karyanya; Ketiga, bahasanya sangat
mendetail; Keempat, perbandingan opini penyusun sebelumnya; Kelima,
ketersediaan dokumen dan hanya dokumen Kautilya Artha Sastra ditemukan secara
utuh.
Untuk
memahami kepemimpinan Hindu atau kepemimpinan yang universal, seseorang
dianjurkan untuk mempelajari Nitisastra. Mengingat, pengetahuan dan pemahaman
sejarah/konsep pemikiran Hindu (niti sastra) di bidang Politik, ketatanegaraan,
ekonomi, dan hukum yang masih relevan sampai kini. Konsep-konsep tersebut adalah
sumber penting yang memberi kontribusi perkembangan konsep-konsep
selanjutnya di India, Asia bahkan,
dunia. Adapun kontribusi Nitisastra dalam peradaban global antara lain :
Pemikiran
dalam Nitisastra dapat memberi masukan penting berupa konsep dan nilai positif
dalam pengembangan, pembaharuan, penyusunan kembali konsep-konsep politik,
ketatanegaraan, ekonomi, peraturan hukum era kini.
Usaha
menggali, mengangkat nilai-nilai Hindu sebagai sumbangan Hindu dalam percaturan
dunia keilmuan. Paradigma sosial bahwa politik itu kotor dapat hilang.
Dalam
konsep kepemimpinan Barat yang lebih banyak dijadikan dasar adalah sikap dan
tingkah laku dari para pemimpin-pemimpin besar di dunia. Oleh kerena itu mereka
banyak mengemukakan jenis-jenis kepemimpinan yang sesuai dengan tokoh
personalnya, seperti : kepemimpinan Karismatik, kepemimpinan Paternalistik,
kepemimpinan Maternalistik, kepemimpinan Militeristik, kepemimpinan Otokrasi,
kepemimpinan Lassez Faire, kepemimpinan Populistik, kepemimpinan Eksekutif,
kepemimpinan Demokratik, kepemimpinan Personal, kepemimpinan Sosial dan masih
banyak lagi lainnya.
Lain
halnya dengan konsep kepemimpinan Hindu. Selain dasar tersebut, yang terutama
sekali kepemimpinan Hindu bersumber dari kitab suci Weda dan diajarkan oleh
para orang-orang suci. Kepemimpinan Hindu juga banyak mengacu pada tatanan alam
semesta yang merupakan ciptaan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun
konsep-konsep Kepemimpinan Hindu yang banyak diajarkan dalam sastra dan
susastra-nya antara lain : Sad Warnaning Rajaniti, Catur Kotamaning Nrpati, Tri
Upaya Sandi, Panca Upaya Sandi, Asta Brata, Pañca Dasa Paramiteng Prabhu, sad
upaya guna, dan lain-lain. Berikut ini rincian dari konsep-konsep kepemimpinan
Hindu.
a.
Catur Kotamaning Nrpati
o
Catur Kotamaning Nrpati merupakan konsep
kepemimpinan Hindu pada jaman Majapahit sebagaimana ditulis oleh M. Yamin dalam
buku “Tata Negara Majapahit”. Catur Kotamaning Nrpati adalah empat syarat utama
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Adapun keempat syarat utama tersebut
adalah :
o
Jñana Wisesa Suddha, artinya raja atau pemimpin
harus memiliki pengetahuan yang luhur dan suci. Dalam hal ini ia harus memahami
kitab suci atau ajaran agama (agama agëming aji).
o
Kaprahitaning Praja, artinya raja atau pemimpin
harus menunjukkan belas kasihnya kepada rakyatnya. Raja yang mencintai
rakyatnya akan dicintai pula oleh rakyatnya. Hal ini sebagaimana perumpamaan
singa (raja hutan) dan hutan dalam Kakawin Niti Sastra I.10 berikut ini :
o
Singa adalah penjaga hutan, akan tetapi juga selalu
dijaga oleh hutan. Jika singa dengan hutan berselisih, mereka marah, lalu singa
itu meninggalkan hutan. Hutannya dirusak binasakan orang, pohon-pohonnya
ditebangi sampai menjadi terang, singa yang lari bersembunyi dalam curah, di
tengah-tengah ladang, diserbu dan dibinasanakan.
o
Kawiryan, artinya seorang raja atau pemimpin harus
berwatak pemberani dalam menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan
pengetahuan suci yang dimilikinya sebagainya disebutkan pada syarat sebelumnya.
o
Wibawa, artinya seorang raja atau pemimpin harus
berwibawa terhadap bawahan dan rakyatnya. Raja yang berwibawa akan disegani
oleh rakyat dan bawahannya.
b.
Tri Upaya Sandhi
Di dalam Lontar Raja Pati Gundala disebutkan bahwa
seorang raja harus memiliki tiga upaya
agar dapat menghubungkan diri dengan rakyatnya. Adapun bagian-bagian Tri Upaya
Sandi adalah :
a)
Rupa, artinya seorang raja atau pemimpin harus
mengamati wajah dari para rakyatnya. Dengan begitu ia akan tahu apakah rakyatnya
sedang dalam kesusahan atau tidak.
b)
Wangsa, artinya seorang raja atau pemimpin harus
mengetahui susunan masyarakat (stratifikasi sosial) agar dapat menentukan
pendekatan apa yang harus digunakan.
c)
Guna, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengetahui
tingkat peradaban atau kepandaian dari rakyatnya sehingga ia bisa mengetahui
apa yang diperlukan oleh rakyatnya.
c.
Asta Brata
Asta Brata adalah ajaran kepemimpinan yang diberikan
oleh Sri Rama kepada Gunawan Wibhisana sebelum ia memegang tampuk kepemimpinan
Alengka Pura pasca kemenangan Sri Rama melawan keangkaramurkaan Rawana. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam Pustaka Suci Manu Smrti IX.303 berikut ini
Hendaknya raja berbuat seperti perilaku yang sama
dengan dewa-dewa, Indra, Surya, Wayu, Yama, Waruna, Candra, Agni dan Prthiwi
(Pudja dan Sudharta,2002:607).
Hal itu kemudian ditegaskan dalam Kakawin Ramayana
XXIV.52 sebagai berikut:
Sang Hyang Indra, Yama, Surya, Candra dan Bayu, Sang
Hyang Kwera, Baruna dan Agni itu semuanya delapan. Semua beliau itu menjadi
pribadi sang raja. Oleh karena itulah beliau harus memuja Asta Brata (Tim
Penyusun,2004:98).
Ada perbedaan sedikit antara konsep Asta Brata dalam
Pustaka Suci Manu Smrti dan Kakawin Ramayana. Pada Pustaka Suci Manu Smrti disebutkan
Prthiwi Brata sementara itu pada Kakawin Ramayana disebutkan Kwera Brata. Semua
raja harus memuja Asta Brata ini. Karena Asta Brata ini merupakan delapan
landasan sikap mental bagi seorang pemimpin. Adapun delapan bagian Asta Brata
tersebut adalah :
1)
Indra Brata, kepemimpinan bagaikan Dewa Indra atau
Dewa Hujan; Di mana hujan itu berasal dari air laut yang menguap. Dengan
demikian seorang pemimpin berasal dari rakyat harus kembali mengabdi untuk
rakyat.
2)
Yama Brata, kepemimpinan yang bisa menegakkan keadilan
tanpa pandang bulu bagaikan Sang Hyang Yamadipati yang mengadili Sang Suratma.
3)
Surya Brata, kepemimpinan yang mampu memberikan
penerangan kepada warganya bagaikan Sang Surya yang menyinari dunia.
4)
Candra Brata, mengandung maksud pemimpin hendaknya mempunyai
tingkah laku yang lemah lembut atau menyejukkan bagaikan Sang Candra yang
bersinar di malam hari.
5)
Bayu Brata,
mengandung maksud pemimpin harus mengetahui pikiran atau kehendak (bayu)
rakyat dan memberikan angin segar untuk para kawula alitatau wong cilik
sebagimana sifat Sang Bayu yang berhembus dari daerah yang bertekanan tinggi ke
rendah.
6)
Baruna Brata, mengandung maksud pemimpin harus dapat
menanggulangi kejahatan atau peyakit masyarakat yang timbul sebagaimana Sang
Hyang Baruna membersihkan segala bentuk kotoran di laut.
7)
Agni Brata, mengandung maksud pemimpin harus bisa
mengatasi musuh yang datang dan membakarnya sampai habis bagaikan Sang Hyang
Agni.
8)
Kwera atau Prthiwi Brata, mengandung maksud seorang
pemimpin harus selalu memikirkan kesejahteraan rakyatnya sebagaimana bumi
memberikan kesejahteraan bagi umat manusia dan bisa menghemat dana
sehemat-hematnya seperti Sang Hyang Kwera dalam menata kesejahteraan di
kahyangan.
Negara
sebagai wadah umat manusia untuk
mewujudkan cita – cita hidupnya memiliki empat prinsip dasar. Antara lain
sebagai berikiut :
1.
Machstaat adalah prinsip Negara untuk menguasai
segala potensi yang dimiliki oleh negarayang bersangkutan untuk diabdikan
kembali pada tujuan masyarakat Negara itu.
2.
Rechtaat adalah prinsip Negara yang bertujuan untuk
mengatur kehidupan Negara yang bertujuan untuk mengatur kehidupan Negara agar
berbagai keadaan dan kepentingan yang berbeda – beda dapat diatur dalam rangka
mempercepat tercapainya tujuan Negara.
3.
Polisistaat adalah suatu prinsip Negara yang
memandang segala seluk beluk kehidupan Negara harus dijaga agar tidak terjadi
penyimpangan – penyimpangan demi terwujudnya tujuan Negara tepat pada
sasarannya.
4.
Supervisorystaat adalah prinsip Negara yang memandang
bahwa fungsi Negara ialah mendorong segala unsur – unsur Negara untuk lebih
cepat mencapai tujuan.
2)
Bagi umat yang mendapat kesempatan sebagai pemimpin
Negara, tuntunan ajaran agama hindu bertujuan untuk membentuk kepemimpinan
Negara yang baik,kuat, bersih, dan berwibawa.
Masyarakat
akan lebih mudah diatur oleh para pemimpin Negara apabila dalam masyarakat itu
tiap – tiap anggotanya sadar akan hak
dan kewajibannya. Kesejahteraan masyarakat Negara akan terwujud apabila setiap
warga Negara mau berjuang untuk
mensejahterakan dirinya, keluarga,dan lingkungannya. Diri pribadi umat
manusia akan tentram apabila atmanya menguasai budhi,budhinya menguasai
manah,manahnya menguasai perasaan atau manahnya dikuasai oleh rajas,rajasnya
dikuasai oleh tamas, dan tamasnya dikuasai oleh sattwam.
Pemimpin
Negara harus memiliki konsep – konsep kepemimpinan yang utama untuk dapat
menata Negaranya. Hal ini dapat berarti kewibawaan pemimpin Negara harus
didasarkan pada kewibawaan yang murni dan bukan atas kewibawaan yang dilandisi
oleh kekuasaan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan berdasarkan uraian mengenai konsep ideal seorang pemimpin menurut Hindu
ajaran kepemimpinan yang tertuang didalam Nitisastra dan berbagai literatur
Hindu lainnya ini telah diterapkan sejak
jaman dahulu kala, terutama sejak masa kerajaan-kerajaan masih berdiri di
nusantara seperti Majapahit, Demak, Mataram, pada saat mengalami masa
kejayaannya. Ajaran ini digunakan sebagai dasar kepemimpinan agar raja atau
pemimpin memahami arti ajaran tersebut dan mampu membawa rakyat yang
dipimpinnya menuju kemakmuran dan kesejahteraan. Nilai-nilai kepemimpinan
berdasarkan Nitisastra dan literatur Hindu terbukti membawa masa-masa kejayaan
pada kerajaan-kerajaan besar di nusantara. Oleh karena itu, alangkah baiknya
apabila masyarakat sekarang dapat mengimplementasikan nilai konsep kepemimpinan
tersebut pada masa kini demi memperbaiki
kondisi Indonesia menjadi lebih baik
dengan harapan kelak akan tumbuh pemimpin-pemimpin bijak dan ideal di masa
mendatang.
DAFTAR FUSTAKA
Kautilya.
2003. Arthasastra, terj. Made Astana & C.S. Anomdiputro, Surabaya:Paramita.
Manser,
Martin H., et all. 1995. Oxford Leaner’s Pocket Dictionary. New York:Oxford
University Press.
Pudja,
Gede., Tjokorda Rai Sudharta. 2002. Manawa Dharma Śāstra, Compendium Hukum
Hindu. Jakarta : Pelita Nursatama Lestari.
Surada,
Made. 2008. Kamus Sanskerta Indonesia. Denpasar : Penerbit Widya Dharma.
Tim
Penyusun. 2004. Buku Pelajaran Agama Hindu untuk SLTA Kelas 2.
Surabaya:Paramita.
Tim
Penyusun. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Titib, I
Made. 1995. Pemuda dan Pola Kepemimpinan Hindu Menurut Veda, Makalah
disampaikan pada acara Pendidikan Kepemimpinan Regional, diselenggarakan oleh
DPD PERADAH 15 September 1995 di Hotel New Victory, Selecta, Batu, Malang, Jawa
Timur.
Wojowasito,
S. 1977. Kamus Kawi – Indonesia, Bandung : Pengarang.
Zoetmulder,
P.J. 2006. Kamus Jawa Kuna – Indonesia, terj. Darusuprapta, dan Sumarti
Suprayitna, Jakarta:Gramedia.
0 komentar:
Posting Komentar