BAB I
PENDAHULUAN
Penjaskes merupakan pelajaran tentang olahraga,
jasmani, dan rohani. yang di mana penjaskes ada keterkaitannya dengan kehidupan
sehari-hari.dan sebagai ilmu pengetahuan untuk kepribadian setiap orang.
Salah satu pembahasan dalam pelajaran penjaskes atau
pokok pembahasannya yaitu, tentang Seks Bebas yang dimana seks bebas merupakan
hal yang berbahya pada lingkungan masyarakat terutama pada kalangan remaja.
Mudah-mudahan setelah menyusun makalah tersebut kita dapat mengetahui bahaya
dari seks bebas. Dan para remaja mengetahui semua sebabnya.
Makalah tersebut ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat pelengkapan nilai penjaskes untuk nilai akhir semester II. Selain
itu juga, penyusunan makalah ini untuk melatih siswa-siswi peserta didik dalam
membuat suatu laporan karya.
a.
Jelaskan Pengaruh Seks
Bebas ?
b.
Jelaskan Faktor dan
Dampak dari Seks Bebas ?
c.
Bagaimana Cara
Menghindari Seks Bebas ?
d.
Proses-proses dalam
pendidikan Seks Bebas ?
BAB
II
PEMBAHASAN
Pengertian
seks bebas menurut Kartono (1977) merupakan perilaku yang didorong oleh hasrat
seksual, dimana kebutuhan tersebut menjadi lebih bebas jika dibandingkan dengan
sistem regulasi tradisional dan bertentangan dengan sistem norma yang berlaku
dalam masyarakat.
Sedangkan
menurut Desmita (2005) pengertian seks bebas adalah segala cara mengekspresikan
dan melepaskan dorongan seksual yang berasal dari kematangan organ seksual,
seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual, tetapi
perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum
memiliki pengalaman tentang seksual.
Nevid
dkk (1995) mengungkapkan bahwa perilaku seks pranikah adalah hubungan seks
antara pria dan wanita meskipun tanpa adanya ikatan selama ada ketertarikan
secara fisik. Maslow (dalam Hall & Lindzey, 1993) bahwa terdapat
kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi manusia, salah satunya adalah kebutuhan
fisiologis mencakup kebutuhan dasar manusia dalam bertahan hidup, yaitu
kebutuhan yang bersifat instinktif ini biasanya akan sukar untuk dikendalikan
atau ditahan oleh individu, terutama dorongan seks.
Lebih
lanjut Cynthia (dalam Wicaksono, 2005) seks juga diartikan sebagai hubungan
seksual tanpa ikatan pada yang menyebabkan berganti-ganti pasangan.
Sedangkan
menurut Sarwono (2003) menyatakan, bahwa seks bebas adalah segala tingkah laku
yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis,
mulai dari tingkah laku yang dilakukannya seperti sentuhan, berciuman (kissing)
berciuman belum sampai menempelkan alat kelamin yang biasanya dilakukan dengan
memegang payudara atau melalui oral seks pada alat kelamin tetapi belum
bersenggama (necking, dan bercumbuan sampai menempelkan alat kelamin yaitu
dengan saling menggesek-gesekan alat kelamin dengan pasangan namun belum
bersenggama (petting, dan yang sudah bersenggama (intercourse), yang dilakukan
diluar hubungan pernikahan.
Berdasarkan
penjabaran definisi di atas maka dapat disimpulkan pengertian seks bebas adalah
segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual terhadap lawan jenis
maupun sesama jenis yang dilakukan di luar hubungan pernikahan mulai dari
necking, petting sampai intercourse dan bertentangan dengan norma-norma tingkah
laku seksual dalam masyarakat yang tidak bisa diterima secara umum.
Masa remaja atau masa pubertas adalah fase
pertumbuhan dan perkembangan organ-organ tubuh pada laki-laki dan perempuan.
Pertumbuhan adalah perubahan fisiologis yang dialami makhluk hidup sebagai
hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara
normal.
Misal
:
§
berat badan bertambah.
§
tinggi badan bertambah.
§
ukuran lingkar badan
bertambah.
§
ukuran lingkar punggul
bertambah.
§
ukuran lingkaran
panggul bertambah.
§
ukuran lingkar lengan
bertambah.
§
adanya perubahan yang
progresif pada struktur tulang, otot, saraf, dan
·
kelenjar.
Sedangakan perkembangan adalah perubahan psikofisik
sebagai hasil dan proses. Perkembangan (nonfisik) sangat bergantung pada
beberapa faktor, antara lain sebagai berikut :
1.
Faktor keturunan
(herediter)
2.
Faktor lingkungan
(menguntungkan atau merugikan)
3.
Faktor aktivitas
individu sebagai subyek bebas yang berkamuan.
4.
Kematangan fungsi –
fungsi organis dan fungsi-fungsi psikis.
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, lingkungan
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam proses pembelajaran para remaja
karena waktu yang tersedia diluar sekolah lebih besar. Lingkungan keluarga dan
masyarakat sangat mendukung dalam membentuk kepribadian remaja yang positif.
Perubahan fisik yang cepat dan mendadak pada remaja ditunjukkan dari
perkembangan organ seksual menuju kesempurnaan fungsi serta tumbuhnya organ
genetalia sekunder. Hal ini menjadikan remaja sangat dekat dengan permasalah
seputar seksual.
Seks bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan di
luar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi. Remaja
uang melakukan praktik seks bebas menghadapi kemungkinan mengalami kehamilan di
luar nikah yang memicu terjadinya aborsi. Selain itu tentu saja para pelaku
seks bebas sangat beresiko terinfeksi virus HIV yang menyebabkan AIDS, ataupun
penyakit menular seksual lainnya.
Hubungan seks pranikah bahkan berganti-ganti
pasangan (seks bebas) mengakibatkan A dan mengganggu ketentraman hidup
selanjutnya. Untuk itu, sebaiknya para remaja mengenai bahaya akibat hubungan
pranikah dan seks bebas sebelum terlanjur. Perilaku seks pranikah dan seks
bebas terutama di kalangan remaja sangat berbahaya bagi perkembangan mental
(psikis), fisik, dan masa depan seseorang. Berikut beberapa bahaya utama akibat
seks pranikah dan seks bebas.
a.
Menciptakan kenangan
buruk; Norma-norma yang berlaku di masyakarat menyatakan bahwa seks pranikah
dan seks bebas merupakan perbuatan yang melanggar kepatutan. Apabila seseorang
terbukti telah melakukan seks pranikah atau seks bebas maka secara moral pelaku
dihantui rasa bersalah yang berlarut-larut. Bukan hanya pelaku yang merasa male
bahkan keluarga besarnya pun akan merasakannya. Hal ini tentu saja menjadi
beban mental yang berat.
b.
Mengakibatkan
kehamilan; Kehamilan yang terjadi akibat seks pranikah dapat menjadi beban
mental yang luar biasa hebat. Biasanya kehamilan ini tidak diharapkan
"orangtuanya", sehingga muncul istilah kehamilan di luar nikah
sebagai suatu "kecelakaan". Keadaan semakin berat ketika keluarga
atau bahkan masyarakat mempertanyakan kehamilan itu. Dalam keadaan seperti ini,
biasanya timbul depresi dan frustasi terutama menyerang wanita yang hamil di
luar nikah tersebut. Lebih jauh lagi, apabila bagi itu lahir dan kemudian
terungkap perilaku orangtuanya dulu maka tentu akan menjadi beban mental juga.
Jelaslah bahwa perilaku seks pranikah dan seks bebas hanya akan menimbulkan
kesusahan dan malapetaka bagi pelaku dan bahkan keturunannya nanti.
c.
Penggugurkan kandungan
(aborsi) dan pembunuhan bayi; Banyak kehamilan yang terjadi akibat perilaku
seks pranikah merupakan kehamilan yang tidak diharapkan. Untuk itu, sebisa
mungkin "orangtuanya" menggugurkan kehamilannya karena mereka belum
siap untuk menjadi ayah maupun ibu dari bayi yang akan dilahirkannya itu.
Tindakan menggugurkan kandungan (aborsi) dengan tidak berdasarkan alasan medis
jelas bertentangan dengan hukum yang berlaku. Pelakunya akan mendapat hukuman.
Dampak lain dari menggugurkan kandungan adalah akan mengganggu kesehatan
seperti kerusakan pada rahim, kemandulan dan lainnya.
d.
Penyebaran penyakit;
Perilaku seks bebas dengan berganti-ganti pasangan sangat berpotensi pada
penyebaran penyakit kelamin. Penyakit kelamin biasanya menular dan sangat
mematikan. Penyakit kelamin ini tidak hanya menular kepada pasangannya
melainkan akan menular pada keturunannya. Banyak kasus bayi lahir cacat akibat
orangtuanya terjangkit penyakit kelamin.
e.
Timbal rasa ketagihan;
Seks pranikah dan seks bebas mengundang rasa ketagihan bagi para pelakunya.
Sekali mencoba maka dipastikan akan melakukan terns menerus perbuatan tersebut.
Menurut Wilson (dalam Ghifari, 2003), bahaya free sex mencakup bahaya bagi perkembangan
mental (psikis), fisik dan masa depan remaja itu sendiri. Secara terperinci
berikut ini lima bahaya utama free seks:
1.
Menciptakan kenangan
buruk. Masih dikatakan “untung” jika hubungan
pranikah itu tidak ada yang mengekspos. Si gadis atau si jejaka terlepas
dari aib dan cemoohan masyarakat. Tapi jika ternyata diketahui masyarakat,
tentu yang malu bukan saja dirinya sendiri melainkan keluarganya sendiri dan
peristiwa ini tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat sekitar. Hal ini
tentu saja menjadi beban mental yang berat.
2.
Kehamilan yang tidak
diharapkan (unwanted pregnancy).
Unwanted pregnancy membawa remaja
pada dua pilihan, melanjutkan kehamilan atau menggugurkannya. Hamil dan
melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu faktor risiko kehamilan yang
tidak jarang membawa kematian ibu. Menurut Wibowo (1994) terjadinya perdarahan
pada trisemester pertama dan ketiga, anemi dan persalinan kasip merupakan
komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan remaja. Selain itu kehamilan di
usia muda juga berdampak pada anak yang dikandung, kejadian berat bayi lahir
rendah (BBLR) dan kematian perinatal sering dialami oleh bayi-bayi yang lahir
dari ibu usia muda. Menurut Affandi (1995) tingkat kematian anak pada ibu usia
muda mencapai 2-3 kali dari kematian anak yang ibunya berusia 20-30 tahun.
Kehamilan yang terjadi akibat seks
pranikah bukan saja mendatangkan malapetaka bagi bayi yang dikandungnya juga
menjadi beban mental yang sangat berat bagi ibunya mengigat kandungan tidak
bisa di sembunyikan, dan dalam keadaan kalut seperti ini biasanya terjadi
depresi, terlebih lagi jika sang pacar kemudian pergi dan tak kembali.
3.
Pengguguran kandungan
dan pembunuhan bayi. Banyak kasus bayi mungil yang baru lahir dibunuh ibunya.
Sebagian dari bayi itu dibungkus plastik hidup-hidup, dibuang di kali, dilempar
di tong sampah, dan lain-lain, ini suatu akibat dari perilaku binatang yang
pernah dilakukannya. Selain melanjutkan kehamilan tidak sedikit pula mereka
yang mengalami unwanted pregnancy melakukan aborsi. Lebih kurang 60 % dari
1.000.000 kebutuhan aborsi dilakukan oleh wanita yang tidak menikah termasuk
para remaja. Sekira 70-80 % dari angka itu termasuk dalam kategori aborsi yang
tidak aman (unsafe abortion) yang juga merupakan salah satu factor yang menyebabkan
kematian ibu.
4.
Penyakit Menular
Seksual (PMS) – HIV/AIDS
Dampak lain dari perilaku seks
bebas remaja terhadap kesehatan reproduksi adalah tertular PMS termasuk
HIV/AIDS. Para remaja seringkali melakukan hubungan seks yang tidak aman dengan
kebiasaan dengan berganti-ganti pasangan dan melakukan anal seks menyebabkan
remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV seperti sifilis, gonore, herpes,
klamidia, dan AIDS. Dari data yang ada menunjukkan bahwa diantara penderita
atau kasus HIV/AIDS 53% berusia antara 15-29 tahun.
Si wanita atau si pria yang dulu
pernah melakukan hubungan pranikah waktu pacaran lalu putus, cenderung ingin
melakukan hubungan serupa dengan pria atau wanita lain mengigat seks sifatnya
adiktif (ketergantungan), suatu waktu ia akan merasa “lapar” untuk melakukan
hubungan intim dengan pasangan lain. Jika hal ini terus dilakukan, maka buka
hal mustahil akan terjangkit penyakit kelamin.
5.
Keterlanjuran dan
timbul rasa kurang hormat. Perilaku seks bebas (free sex) menimbulkan suatu
keterlibatan emosi dalam diri seorang pria dan wanita. Semakin sering hal itu
dilakukan, semakin mendalam rasa ingin mengulangi sekalipun sebelumnya ada rasa
sesal. Terlebih lagi bagi wanita, setiap ajakan sang pacar sangat sulit untuk
ditolak karena takut ditinggalkan atau diputuskan. Sementara itu bagi
laki-laki, melihat pasangannya begitu mudah diajak, akan terus berkurang rasa
hormat dan rasa cintanya.
6.
Psikologis
Dampak lain dari perilaku seksual
remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah konsekuensi
psikologis. Kodrat untuk hamil dan melahirkan menempatkan remaja perempuan
dalam posisi terpojok yang sangat dilematis. Dalam pandangan masyarakat, remaja
putri yang hamil merupakan aib keluarga yang melanggar norma-norma sosial dan
agama. Penghakiman social ini tidak jarang meresap dan terus tersosialisasi
dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan bingung, cemas, malu, dan bersalah
yang dialami relaja setelah mengetahui kehamilannya bercampur dengan perasaan
depresi, pesimis terhadap masa depan yang kadang disertai dengan rasa benci dan
marah baik kepada diri sendiri maupun kepada pasangan, dan kepada nasib yang
membuat kondisi sehat secara fisik, sosial, dan mental yang berhubungan dengan
sistem, fungsi, dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.
Secara fisik tindakan aborsi memberikan dampak
jangka pendek secara langsung berupa pendarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis
sampai kematian. Dampak jangka panjang berupa mengganggu kesuburuan sampai
terjadinya intertilitas.
Secara psikologis seks pranikah memberikan dampak
hilangnya harga diri,perasaan dihantui dosa, perasaan takut hamil, lemahnya
ikatan kedua belah pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta
penghinaan terhadap masyarakat.
Selain hal-hal tersebut, akibat yang timbul dengan
adanya seks bebas antara lain:
1.
Prestasi hasil belajar
cendrung menurun
2.
Sering bolos atau izin
sekolah
3.
Sering bersikap nekat
dan bertindak anarkis.
4.
Terjadi kawin muda.
5.
Drop Out sekolah.
6.
Terjangkit penyakit
kelamin )sifilis, AIDS, gonorhe, dan lain-lain)
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku
seks bebas, antara lain sebagai berikut :
1.
Pengalaman seksual
2.
Kepribadian yang
negatif
3.
Kontrol dan pengawasan
orang tua yang makin menurun.
4.
Pola pergaulan yang
bebas atau lepas dan orang tua mengizinkan.
5.
Lingkungan yang
makinpesimis dan permisif.
6.
Fasilitas pendukung
yang diberikan orang tua.
7.
Rendahnya pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi pada remaja.
Keluarga adalah agen utama pembentuk perilaku anak
(remaja). Waktu berkumpul dengan keluarga lebih banyak dibanding pertemuan di
sekolah yang berkisar hanya 25% dari waktu yang ada setiap hari. Oleh karena
tiu, diharapkan keluarga mampu menjadi agen utama dalam menaggulangi
permasalahn seks bebas yang menghadapi para remaja.
Dalam pertemuan, masing-masing anggota keluarga
dapat saling berpartisipasi, antara lain dengan :
1.
Saling mendukung dan
berkomunikasi serta mendengar satu sama lain.
2.
Menghargai pndangan
orang lain.
3.
Memberi rasa saling
percaya dan saling menghormati.
4.
Barbagi tanggung jawab.
5.
Membangun kebersamaan,
antara lain rekreasi bersama keluarga.
Cara menghindari seks bebas di kalangan remaja,
antara lain sebagai berikut :
1.
Mempertebal rasa
keseimbangan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Menghindari berduaan
dengan lawan jenis di tempat yang sepi.
3.
Menghindari perilaku
yang menimbulkan rangsangan seksual.
4.
Mengespresikan rasa
sama pacaran.
5.
Memperkenalkan teman
dekat (pacar) kepada orang tua dan minta izin bila ingun berdua.
6.
Mampu menjaga perilaku
seksual yang sehat.
7.
Memilih teman yang
berakhlak baik.
8.
Memperbanyak aktivitas
olahraga untuk mengisi waktu luang.
9.
Berani mengatakan tidak
terhadap ajakan teman untuk melakukan seks bebas.
10.
Tidak mudah percaya
pada rayuan atau bujukan dan janji-janji manis.
G.
Pendidikan
Seks Bebas
1.
Pengertian seks bebas
Pendidikan seks dapat diartikan
sebagai penerangan tentang anatomi fisiologi seks manusia, bahaya penyakit
kelamin, dan sebagainya. Pendidikan seks bisa juga diartikan sebagai sex play
yang hanya perlu diberikan kepada orang dewasa. Adapun pengertian pendidikan
seks yang akan dijelaskan dalam bab ini adalah membimbing serta mengasuh
seseorang agar mengerti tentang arti, fungsi, dan tujuan seks, sehingga ia
dapat menyalurkannya secara baik, benar, dan legal.
Dalam pendidikan seks dapat
dibedakan antara sex instruction dan education in sexuality. Sex instruction
ialah penerangan mengaenai anatomi, seperti pertumbuhan rambut pada ketiak dan
sekitar alat kelamin, dan mengenai biologi dari reproduksi, yaitu proses
berkembang biak melalui hubungan kelamin untuk mempertahankan jenisnya.
Termasuk di dalamnya pembinaan keluarga dan metode kontrasepsi dalam mencegah
terjadinya kehamilan.
Adapun education in sexuality
meliputi bidang-bidang etika, moral, fisikologi, ekonomi, dan pengetahuan
lainnya yang dibutuhkan agar seseorang dapat memahami dirinya sendiri sebagai
individual seksual, serta mengadakan hubungan interpersonal yang baik. Sex
instruction tanpa education in sexuality dapat menyebabkan promiscuity (pergaulan
dengan siapa saja) serta hubungan-hubungan seks yang menyimpang.
2.
Tujuan Pendidikan Seks
Tujuan pendidikan seks secara umum,
sesuai dengan kesepakatan internasional “Conference of Sex Education and Family
Planning” pada 1962, adalah : “untuk menghasilakan manusia-manusia dewasa yang
dapat menjalankan kehidupan yang bahagia, karena dapat menyusaikan diri dengan
masyarakat dan lingkungannya, serta bertanggung jawab terhadap dirinya dan
terhadap orang lain.”
Tujuan utamanya adalah melahirkan
individu-individu yang senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dan
lingkungannya, serta bertanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun orang
lain. Adapun tujuan akhir pendidikan seks adalah pencegahan kehamilan di luar
perkawinan.
Tujuan pendidikan seks dapat dirinci sebagai berikut
:
a.
Mementuk pengertian
tentang perbedaan seks antara pria dan wanita dalam keluarga, pekerjaan dan
seluruh kehidupan, yang selalu berubah dan berbeda dalam tiap masyarakat dan
kebudayaan.
b.
Membentuk pengertian
tentang peranan seks di dalam kehidupan manusia dan keluarga, hubungan seks dan
cinta, perasaan seks dalam perkawinan dan sebagainya.
c.
Mengembangakan
pengertian diri sendiri sehubung dengan funsi dan kebutuhan seks. Jadi
pendidikan seks dalam arti sempit (in context) adalah pendidikan mengenai
seksual manusia.
d.
Membantu siswa dalam
mengembangakan kepriadian, sehingga mampu mengambil keputusan yang bertanggung
jawab, misalnya memilih jodoh, hidup berkeluarga atau tidak, perceraiaan,
kesusilaan dalam seks, dan lain-lain.
3.
Pendidikan Seks Penting
Bagi Remaja
Alasan pendidikan seks sangat penting diajarkan
kepada para remaja adalah :
a)
Dapat mencegah
penyimpangan dan kelainan seksual.
b)
Dapat memelihara
tegaknya nilai-nilai moral
c)
Dapat mengatasi
gangguan psikis
d)
Dapat memberi
pengetahuan dalam menghadapi perkembangan anak.
H.
Penyebab
perilaku seks bebas
Penyebab perilaku seks bebas sangat beragam.
Pemicunya bisa karena pengaruh lingkungan, sosial budaya, penghayatan
keagamaan, penerapan nilai-nilai, faktor psikologis hingga faktor ekonomi.
Adapun beberapa penelitian mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya perilaku seks bebas menurut Hyde (1990) yaitu :
1.
Usia
Makin dewasa seseorang, makin besar
kemungkinan remaja untuk melakukan hubungan seks bebas. Hal ini dikarenakan
pada usia ini adalah potensial aktif bagi mereka untuk melakukan perilaku seks
bebas.
a.
Usia yang muda saat
berhubungan seksual pertama
Semakin
muda usia pada hubungan seksual yang pertama cenderung untuk lebih permisif
daripada mereka yang lebih dewasa pada hubungan seksualnya yang pertama.
b.
Usia saat menstruasi
pertama
Makin
muda saat usia menstruasi pertama, makin mungkin terjadinya hubungan seks pada
remaja. Perubahan pada hormon yang terjadi seiring dengan menstruasi
berkontribusi pada meningkatkatnya keterlibatan seksual pada sikap dan hubungan
dengan lawan jenis.
2.
Agama
Kereligiusan dan rendahnya sikap serba
boleh dalam perilaku seks berjalan sejajar seiringan. Clayton & Bokemier
meneliti bahwa sikap permisif terhadap hubungan seks bebas dapat dilihat dari
aktivitas keagamaan dan religiusitas (Rice, 1990).
3.
Pacar
Remaja yang memiliki pacar lebih mungkin
untuk melakukan seks bebas daripada remaja yang belum memiliki pacar.
4.
Kencan yang lebih awal
Remaja yang memiliki kencan lebih awal
atau cepat dari remaja yang seumurannya memiliki kemungkinan untuk bersikap
permisif dalam hubungan seks bebas. Untuk menjadi lebih aktif secara seksual
dan untuk memiliki hubungan dengan lebih banyak pasangan daripada mereka yang
mulai pacaran pada usia yang lebih lanjut.
5.
Pengalaman
pacaran/kencan (hubungan afeksi)
Individu yang menjalin hubungan
afeksi/pacaran dari umur yang lebih dini, cenderung lebih permisif terhadap
perilaku seks bebas begitu juga halnya dengan individu yang telah lebih banyak
berpacaran dari individu yang berusia sebaya dengannya.
6.
Orang tua
Orang tua sendiri, baik karena
ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukkan pembicaraan
mengenai seks dengan anak tidak terbuka pada anak, malah cenderung membuat
jarak pada anak mengenai masalah seks.
7.
Teman sebaya (peers
group)
Remaja cenderung untuk membuat
standar seksual sesuai dengan standar teman sebaya secara umum, remaja
cenderung untuk menjadi lebih aktif secara seksual apabila memiliki kelompok
teman sebaya yang demikian, serta apabila mereka mempercayai bahwa teman
sebayanya aktif secara seksual (disamping kenyataan bahwa teman sebayanya
sebenarnya memang aktif atau tidak secara seksual) pengaruh kelompok teman
sebaya pada aktivitas seksual remaja terjadi melalui dua cara yang berbeda, namun
saling mendukung, pertama, ketika kelompok teman sebaya aktif secara seksual,
mereka menciptakan suatu standar normatif bahwa hubungan seks bebas adalah
suatu yang dapat diterima, kedua, teman sebaya menyebabkan perilaku seksual
satu sama lainnya secara langsung, baik melalui komunikasi diantara teman
ataupun dengan pasangan seksualnya.
8.
Kebebasan
Kebebasan sosial dan seksual yang
tinggi berkorelasi dengan sikap permisif dalam seks yang tinggi.
9.
Daya tarik seksual
Mereka yang merasa paling menarik
secara seksual dan sosial ternyata memiliki tingkat yang paling tinggi dalam
sikap permisif dalam melakukan seks bebas.
10.
Standar orang tua vs
standar teman
Remaja yang orangtuanya konservatif
dan menjadikan orangtua sebagai acuan yang utama lebih kurang kemungkinannya
untuk melakukan seks bebas daripada mereka yang menjadikan teman sebaya sebagai
acuan utama.
11.
Saudara kandung
Remaja, secara khusus remaja puteri
dipengaruhi oleh sikap dan tingkah laku saudara kandung dengan jenis kelamin
yang sama.
12.
Gender
Remaja puteri cenderung bersikap
permisif dalam hal seksual daripada remaja pria. Remaja puteri lebih menekankan
pada kualitas hubungan yang sedang dijalin sebelum terjadinya seks bebas.
13.
Ketidakhadiran ayah
Remaja secara khusus yang tumbuh
dan berkembang dalam keluarga tanpa ayah lebih mungkin untuk mencari hubungan
seks bebas sebagai alat untuk menemukan afeksi dan persetujuan sosial daripada
remaja yang tumbuh dengan adanya ayah.
14.
Ketidakhadiran orang
tua
Jika ada remaja yang berperilaku
seks bebas, itu hanya bebasnya pergaulan, dan mungkin penyebabnya dari faktor
bimbingan dan pola asuh dari orangtua di rumah yang tidak peduli atau tidak
terbuka untuk membicarakan masalah seks pada anaknya, padahal disaat ini dunia
remaja semakin bebas. Pada keluarga yang berada di kota besar, sudah merupakan
suatu pola kehidupan yang wajar di mana ayah dan ibu bekerja. Hal tersebut
seringkali mengakibatkan kehidupan anak-anak mereka kurang mendapatkan
pengawasan orang tua dan memiliki kebebasan yang terlalu besar.
15.
Kecenderungan pergaulan
yang makin bebas
Di pihak lain, tidak dapat
dipungkiri adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan
wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan
wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.
16.
Penyebaran Informasi
Melalui Media Massa
Kecenderungan pelanggaran makin
meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual
melalui media massa yang dengan adanya tekhnologi yang semakin berkembang
(video kaset, foto kopi, vcd, hp, internet) menjadi tidak terbendung lagi.
Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa
yang dilihat atau didengarnya dari media massa.
I.
Penanggulangan
dampak seks bebas
Ada beberapa upaya prefentif yang bisa dilakukan
untuk penanggulangan dampak seks bebas, antara lain:
1.
Pendidikan agama dan
akhlak.
Pendidikan agama wajib ditanamkan
sedini mungkin pada anak. Dengan adanya dasar agama yang kuat dan telah
tertanam pada diri anak, maka setidaknya dapat menjadi penyaring (filter) dalam
kehidupannya. Anak dapat membedakan antara perbuatan yang harus dijalankan dan
perbuatan yang harus dihindari.
2.
Pendidikan seks dan
reproduksi.
Pada umumnya orang menganggap bahwa
pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan
berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal ini tentunya akan membuat
para orangtua merasa khawatir. Untuk itu perlu diluruskan kembali pengertian
tentang pendidikan seks. pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada
perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks. Dengan
pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa seks adalah sesuatu yang
alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu remaja juga dapat
diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat
menghindarinya.
Remaja perlu mengetahui kesehatan
reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta
berbagai faktor yang ada di sekitarnya.Dengan informasi yang benar, diharapkan
remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses
reproduksi.
Pendidikan seks merupakan bagian
dari pendidikan kesehatan reproduksi sehingga lingkup pendidikan kesehatan
reproduksi lebih luasPendidikan kesehatan reproduksi mencakup seluruh proses
yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan aspek-aspek yang mempengaruhinya,
mulai dari aspek tumbuh kembang hingga hak-hak reproduksi. Sedangkan pendidikan
seks lebih difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan seks.
3.
Bimbingan orang tua.
Peranan orang tua merupakan salah
satu hal terpenting dalam menyelesaikan permasalahan ini. Seluruh orang tua
harus memperhatikan perkembangan anak
dan memberikan informasi yang benar tentang masalah seks dan kesehatan
reproduksi kepada anak. Orang tua berkewajiban memberikan pendidikan kesehatan
reproduksi kepada anak sedini mungkin saat anak sudah mulai beranjak dewasa.
Hal ini merupakan salah satu tindakan preventif agar anak tidak terlibat
pergaulan bebas dan dampak-dampak
negatifnya. Selain itu orang tua juga harus selalu mengawasi pergaulan anaknya.
Dengan siapa mereka bergaul dan apa saja yang mereka lakukan di luar rumah.
Setidaknya harus ada komunikasi antara anak dengan orang tua setiap saat.
Apabila anak menemukan masalah, maka orang tua berkewajiban untuk membantu
mencarikan solusinya.
4.
Meningkatkan aktivitas
remaja ke dalam program yang produktif.
Melatih dan mendidik para remaja
yang telah dipilih untuk menjadi anggota suatu organisasi, misalnya Karang
Taruna, Karya Ilmiah Remaja, Pusat Informasi dan Konseling Pendidikan
Reproduksi Remaja (karena remaja biasanya dapat lebih mudah melakukan
komunikasi dan membicarakan masalah tersebut antara sesamanya), dan
kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaa
J.
Bentuk-bentuk
perilaku seks bebas
Menurut Sarwono (2002) bentuk-bentuk dari perilaku
seks bebas dapat berupa berkencan intim, berciuman, bercumbu, dan bersenggama. Sedangkan Desmita (2005)
mengemukakan berbagai bentuk tingkah laku seksual, seperti berkencan intim,
bercumbu, sampai melakukan kontak seksual.
Bentuk-bentuk
perilaku seks bebas (dalam www.Bkkbn.go.id) yaitu:
1.
Petting adalah upaya untuk membangkitka dorongan seksual
antara jenis kelamin dengan tanpa melakukan tindakan intercourse.
2.
Oral –genital seks
adalah aktivitas menikmati organ seksual melalui mulut. Tipe hubungan seksual
model oral-genital ini merupakan alternative aktifitas seksual yang dianggap
aman oleh remaja masa kini.
3.
Sexual intercourse
adalah aktivitas melakukan senggama.
4.
Pengalaman Homoseksual
adalah pengalaman intim dengan sesama jenis.
Menurut Sarwono (2002) juga
mengemukakan beberapa bentuk dari perilaku seks bebas, yaitu:
a)
Kissing : Saling
bersentuhan antara dua bibir manusia atau pasangan yang didorong oleh hasrat
seksual.
b)
Necking : Bercumbu
tidak sampai pada menempelkan alat kelamin, biasanya dilakukan dengan
berpelukan, memegang payudara, atau
melakukan oral seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama.
c)
Petting : Bercumbu sampai
menempelkan alat kelamin, yaitu dengan menggesek-gesekkan alat kelamin dengan
pasangan namun belum bersenggama.
d)
intercourse :
Mengadakan hubungan kelamin atau bersetubuh diluar pernikahan
Menurut Santrock (2002) bentuk-bentuk perilaku seks
bebas, yaitu:
a)
Kissing yaitu sentuhan
yang terjadi antara bibir diikuti dengan hasrat seksual.
b)
Necking yaitu aktivitas
seksual disekitar tubuh tapi belum ada kontak alat kelamin.
c)
Petting yaitu
menempelkan alat kelamin tapi belum ada kontak alat kelamin.
d)
intercourse yaitu
bersenggama atau kontak alat kelami.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penjelasaan yaitu
dimana seks bisa merusak masa depan, memalukan diri sendiri dan keluarga. Hanya
memiliki banyak sekali dampak negatif yang merugikan. Hingga orang biasanya
menjadi gila, merasa berdosa, dan mendatapkan hukuman.
B.
Saran
Saran yaitu sebaiknya setelah
membaca makalah tersebut sebaiknya kita mempelajari hal yang positif dari yang
disusun oleh penulis. Mungkin sebagai ilmu agar kita bisa menjaga diri dari hal-hal
yang tidak diinginkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tjokronegoro, Arjatmo, dkk. 1992.
Seluk Beluk AIDS. Jakarta: FKUI.
Lida Harlina, Martono dan Satya
Joewana. 2006. Pencegahan dan Penaggulangan Penyalagunaan Narkoba. Jakarta :
Balai Pustaka.
0 komentar:
Posting Komentar