Ingin File Wordnya Langsung Klik [ Disini ]
Puji syukur kami
ucapkan kehadirat ALLAH SWT karena atas rahmat dan ridho – Nya kami dapat
menyelesaikan makalah TIK tentang “KetenagaKerjaan dan Angkatan Kerja” ini
tanpa menemuai hambatan yang berarti.
Kami juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah
mendukung terselesainya makalah ini.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, demi perbaikan makalah ini
di kemudian hari.
Demikian, kami
harap buku ini dapat dipergunakan sebaik – baiknya dan dapat memberikan manfaat
yang besar bagi kita senua. Amien.
Sausu , 04 April 2016
Penyusun
Di negara kondisi berkembang pada
umumnya memiliki tingkat pengangguran yang jauh lebih tinggi dari angka resmi
yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena ukuran sektor informal
masih cukup besar sebagai salah satu lapangan nafkah bagi tenaga kerja tidak
terdidik. Sektor informal tersebut dianggap sebagai katup pengaman bagi
pengangguran.
Masalah ketenagakerjaan di
Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan
ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar,
pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan
setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya
dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama
kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan
dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka
rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan
ketenagakerjaan?
2.
Apa sajakah teori-teori ketenagakerjaan?
3.
Bagaimana kondisi tenaga kerja di
Indonesia?
4.
Bagaimana solusi dalam menangani masalah
ketenagakerjaan di Indonesia?
C.
Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis bertujuan
melakukan suatu penelitian dan pembahasan tentang :
1.
Mengetahui pengertian ketenagakerjaan.
2.
Mengetahui teori-teori ketenagakerjaan.
3.
Mengetahui kondisi tenaga kerja di
Indonesia.
4.
Mengetahui solusi dari masalah
ketenagakerjaan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam ketenagakerjaan, penduduk
dengan segala potensi yang dimilikinya dikategorikan menjadi dua, yaitu
penduduk usia kerja dan penduduk di luar usia kerja. Di Indonesia, yang
termasuk penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 hingga 65 tahun.
Pada usia tersebut mereka dapat melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di
luar hubungan kerja untuk menghasilkan barang atau jasa dalam upaya memenuhi
kebutuhan masyarakat. Berdasarkan batasan tersebut berarti kamu termasuk penduduk
usia kerja. Sebaliknya, penduduk di luar usia kerja adalah penduduk yang
usianya di luar batasan tersebut. Jadi tenaga kerja adalah penduduk dalam usia
kerja yang siap melakukan pekerjaan, antara lain mereka yang sudah bekerja,
mereka yang sedang mencari pekerjaan, mereka yang bersekolah, dan mereka yang
mengurus rumah tangga.
Menurut UU No 13 Tahun 2003,
tentang ketenagakerjaan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat dan merupakan modal bagi bergeraknya
perekonomian Negara
Angkatankerja adalah penduduk berumur lima belas tahun ke atas
yang selama seminggu sebelum pencacahan bekerja atau mempunyai pekerjaan,
sementara tidak bekerja, dan mereka tidak bekerja tetapi mencari pekerjaan.
Dari keseluruhan angkatan kerja dalam suatu Negara tidak semua mendapat
kesempatan untuk bekerja sehingga angkatan kerja dikelompokkan menjadi angkatan
kerja yang bekerja dan angkatan kerja yang menganggur (pengangguran terbuka).
Pekerja yang bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih sekolah, mengurus
rumah tangga, dan yang lainnya, seperti penyandang cacat mental ataupun lainnya
yang membuat seorang tidak produktif.
Kesempatan kerja pada suatu Negara merupakan
peluang bagi penduduk untuk melaksanakan fungsinya sebagai sumber ekonomi dalam
proses produksi untuk mencapai kesejahteraan. Kesempatan kerja adalah jumlah
penduduk yang berpartisipasi dalam pembangunan dengan melakukan suatu pekerjaan
dan menghasilkan pendapatan.
Kesempatan kerja meliputi
kesempatan untuk bekerja, kesempatan untuk bekerja sesuai dengan pendidikan dan
keterampilan, dan kesempatan untuk mengembangkan diri. Semakin banyak orang
yang bekerja berarti semakin luas kesempatan kerja. Kesempatan kerja dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu : kesempatan kerja permanen dan kesempatan kerja
temporer.
Susunan penduduk menurut umurnya dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
a)
Penduduk produktif (usia kerja): umur 15
– 65 tahun
b)
Penduduk nonproduktif (dibawah usia
kerja): umur 14 tahun kebawah
c)
Penduduk nonproduktif (diatas usia kerja
: umur 65 tahun keatas
1.
Teori Klasik Adam Smith
Adam smith
(1729-1790) merupakan tokoh utama dari aliran ekonomi yang kemudian dikenal
sebagai aliran klasik. Dalam hal ini teori klasik Adam Smith juga melihat bahwa
alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi.
Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibutuhkan untuk
menjaga agar ekonomi tumbuh. Dengan kata lain, alokasi sumber daya manusia yang
efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.
2.
Teori Malthus
Sesudah Adam
Smith, Thomas Robert Malthus (1766-1834) dianggap sebagai pemikir klasik yang
sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran-pemikiran ekonomi. Thomas Robert
Malthus mengungkapkan bahwa manusia berkembang jauh lebih cepat dibandingkan
dengan produksi hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia
berkembang sesuai dengan deret ukur, sedangkan produksi makanan hanya meningkat
sesuai dengan deret hitung.
Jika hal ini
tidak dilakukan maka pengurangan penduduk akan diselesaikan secara alamiah
antara lain akan timbul perang, epidemi, kekurangan pangan dan sebagainya.
3.
Teori Keynes
John Maynard
Keynes (1883-1946) berpendapat bahwa dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak
bekerja sesuai dengan pandangan klasik. Dimanapun para pekerja mempunyai
semacam serikat kerja (labor union) yang akan berusaha memperjuangkan
kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah.
Kalaupun tingkat
upah diturunkan tetapi kemungkinan ini dinilai keynes kecil sekali, tingkat
pendapatan masyarakat tentu akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota
masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya
akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli
masyarakat akan mendorong turunya harga-harga.
Kalau
harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marjinal labor (marginal
value of productivity of labor) yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha
dalam mempekerjakan labor akan turun. Jika penurunan harga tidak begitu besar
maka kurva nilai produktivitas hanya turun sedikit. Meskipun demikian jumlah
tenaga kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah tenaga kerja
yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis, ini
menyebabkan kurva nilai produktivitas marjinal labor turun drastis pula, dan
jumlah tenaga kerja yang tertampung menjadi semakin kecil dan pengangguran
menjadi semakin luas.
4.
Teori Harrod-domar
Teori
Harod-domar (1946) dikenal sebagai teori pertumbuhan. Menurut teori ini
investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tapi juga memperbesar kapasitas
produksi. Kapasitas produksi yang membesar membutuhkan permintaan yang lebih
besar pula agar produksi tidak menurun. Jika kapasitas yang membesar tidak
diikuti dengan permintaan yang besar, surplus akan muncul dan disusul penurunan
jumlah produksi.
5.
Teori Tentang Tenaga Kerja
Salah satu
masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja seperti yang sudah
dibukakan dalam Latar belakang dari pemelihan judul ini adalah ketidak
seimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga
kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah. Ketidakseimbangan tersebut
penawaran yang lebih besar dari permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply
of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja
(excess demand for labor) dalam pasar tenaga kerja.
Permasalahan tenaga kerja di
Indonesia semakin berat. Bagaimana tidak berat, angka pengangguran saja sudah
mencapai 38,3 juta jiwa. Dari angka itu tercatat 8,1 juta yang menganggur total
atau tidak bekerja sama sekali dan tidak memiliki penghasilan. Sementara yang
30,2 juta, itu setengah menganggur, atau mereka yang bekerja di bawah 35 jam.
Bahkan, bila ada buruh yang dibayar UMR, meski bekerja selama 40 jam, tak cukup
untuk memenuhi standar hidupnya.
Masalah ketenagakerjaan di
Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan
ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar,
pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan
setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya
dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama
kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan
dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Kondisi pengangguran dan setengah
pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada,
menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan
dalam jangka panjang.
Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1.
Pengangguran dan pendidikan rendah
Masalah di atas
pada akhirnya tali temali menghadirkan implikasi buruk dalam pembangunan hukum
di Indonesia. Bila ditelusuri lebih jauh keempat masalah di atas dapatlah
disimpulkan bahwa akar dari semua masalah itu adalah karena ketidakjelasan
politik ketenagakerjaan nasional. Sekalipun dasar-dasar konstitusi UUD 45
khususnya pasal 27 dan pasal 34 telah memberikan amanat yang cukup jelas
bagaimana seharusnya negara memberikan perlindungan terhadap buruh/pekerja.
Pengangguran
terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang
tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja
tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi
pasar kerja bagi para pencari kerja. Fenomena pengangguran juga berkaitan erat
dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain:
perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau
keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan
dalam proses ekspor impor, dll.
Menurut data BPS
angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka,
sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari
usia penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun).
Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat
pekerjaan (hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam
stabilitas nasional. Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu
yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002
berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada
jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang
mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran
terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera
dituntaskan.
2.
Minimnya perlindungan hukum dan
rendahnya upah
Dalam kamus
modern serikat buruh, hanya ada dua cara melindungi buruh yaitu; Pertama,
melalui undang-undang perburuhan. MeIalui undang-undang buruh akan terlindungi
secara hukum, mulai dari jaminan negara memberikan pekerjaan yang layak,
melindunginya di tempat kerja (kesehatan dan keselamatan kerja dan upah layak)
sampai dengan pemberian jaminan sosial setelah pensiun.
Kedua, melalui
serikat buruh. Sekalipun undang-undang perburuhan bagus, tetapi buruh tetap
memerlukan kehadiran serikat buruh untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
(PKB ). PKB adalah sebuah dokumen perjanjian bersama antara majikan dan buruh
yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hanya melalui serikat
buruhlah – bukan melalui LSM ataupun partai politik – bisa berunding untuk
mendapatkan hak-hak tambahan (di luar ketentuan UU) untuk menambah
kesejahteraan mereka.
3.
Penurunan Pekerja Sektor Formal
Jumlah orang
yang bekerja di sektor formal terus mengalami penurunan semenjak tahun 2000 dan
terus turun hingga lebih dari 1 juta lapangan kerja yang hilang di tahun 2003.
Kondisi ini terutama terlihat sekali pada kelompok pekerja kasar. Di lain
pihak, pekerja di sektor informal menunjukkan gejala yang terus meningkat. Pada
tahun 2003 terdapat peningkatan sekitar 400.000pekerja. Jumlah pekerja di
sektor pertanian, dimana kebanyakan berada pada sektor informal, juga kembali
meningkat dari 40 persen pada tahun 1997 menjadi sekitar 46,3 persen pada tahun
2003. Kecenderungan ini merupakan gambaran bahwa pekerjaan yang lebih
produktif, dengan sistem jaminan socials yang memadai sedang mengalami
penurunan, digantikan dengan pekerjaan yang kurang produktif dan tanpa proteksi
sosial.
Penciptaan
lapangan kerja yang mengecewakan saat ini amat berbeda jauh dengan pengalaman
Indonesia di masa lalu. Sebelum krisis pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh
ekspor dengan investasi tinggi merupakan sumber utama penyerapan tenaga kerja.
Antara tahun 1990 hingga 1995, industri berorientasi ekspor beserta berbagai
industri pendukungnya diperkirakan telah menyediakan separuh dari total pekerjaan
yang ada.
Secara umum kita dapat mengatasi berbagai masalah
ketenagakerjaan melalui berbagai upaya praktis seperti berikut:
1.
Mendorong Investasi
Mengharapkan
investasi dari luar negeri kenyataannya belum menunjukkan hasil yang berarti
selama tahun 2006 lalu. Para investor asing mungkin masih menunggu adanya
perbaikan iklim investasi dan beberapa peraturan yang menyangkut aspek
perburuhan. Kalau upaya terobosan lain tidak dilakukan, khawatir masalah pengangguran
ini akan bertambah terus pada tahun-tahun mendatang.
Beberapa produk
perikanan dan kelautan juga sangat potensial untuk dikembangkan seperti udang,
ikan kerapu dan rumput laut dan beberapa jenis budidaya perikanan dan kelautan
lainnya. Sektor industri manufaktur dan kerajinan, khususnya untuk industri
penunjang – supporting industries seperti komponen otomotif, elektronika,
furnitur, garmen dan produk alas kaki juga memberikan kontribusi besar dalam
pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja. Penulis juga mencermati banyak sekali
produkproduk IT dan industri manufaktur yang sangat dibutuhkan, baik untuk
pasar domestik, maupun untuk pasar ekspor. Di samping kedua sektor tersebut,
sector jasa keuangan, persewaan, jasa konsultasi bisnis dan jasa lainnya juga
memiliki prospek baik untuk dikembangkan.
2.
Memperbaiki daya saing
Daya saing
ekspor Indonesia bergantung pada kebijakan perdagangan yang terus menjaga
keterbukaan, disamping menciptakan fasilitasi bagi pembentukan struktur ekspor
yang sesuai dengan ketatnya kompetisi dunia. Dalam jangka pendek, Indonesia
dapat mendorong ekspor dengan mengurangi berbagai biaya yang terkait dengan
ekspor itu sendiri serta meningkatkan akses kepada pasar internasional.
Kebijakan yang dapat dipakai untuk mengontrol biaya-biaya tersebut diantaranya
i) Menjaga kestabilan dan daya saing nilai tukar ii) Memastikan peningkatan
tingkat upah yang moderat sejalan dengan peningkatan produktifitas iii)
Akselerasi proses restitusi PPn dan restitusi bea masuk impor bagi para
eksportir dan iv) Meningkatkan kemampuan fasilitas pelabuhan dan bandara dan
infrastruktur jalan untuk mengurangi biaya transportasi.
Pemerintah dapat
berupaya lebih keras lagi dalam menegosiasikan akses yang lebih besar ke pasar
internasional pada pembicaraan perdagangan multilateral Putaran Doha terbaru.
Karena Indonesia telah mempunyai kebijakan rezim perdagangan yang sangat
terbuka, pemerintah dapat meminta pemotongan bea masuk dan pembebasan atas
berbagai pengenaan bea masuk bukan ad-valorem oleh negara-negara maju, dengan
dampak yang kecil bagi kebijakan proteksi Indonesia sendiri.
3.
Meningkatkan Fleksibilitas tenaga kerja
Indonesia
memiliki aturan ketenagakerjaan yang paling kaku serta menimbulkan biaya paling
tinggi di Asia Timur. Sebagai contoh, biaya untuk mengeluarkan pekerja
sangatlah tinggi; pesangon yang harus dibayarkan mencapai 9 bulan gaji.
Tentunya kebijakan pasar tenaga kerja harus berimbang antara penciptaan pasar
tenaga kerja yang fleksibel dengan kebutuhan untuk memberikan perlindungan dan
keamanan bagi tenaga kerja.
Langkah-langkah
praktis yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan fleksibilitas tenaga
kerja antara lain:
·
Menyelesaikan pelaksanaan
perundang-undangan tenaga kerja dan berkonsentrasi pada dua isu utama yang
mendapat perhatian para pengusaha yaitu: i) keleluasaan dalam mempekerjakan
pekerja kontrak dan ii) keleluasaan dalam melakukan outsourcing, dengan
menekankan para sub-kontraktor untuk memenuhi hak-hak pekerja mereka.
·
Menciptakan peradilan tenaga kerja,
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang perselisihan hubungan industrial.
Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penyelesaian perselisihan tenaga
kerja.
·
Membentuk tim ahli dalam menentukan
tingkat upah minimum. Pemerintah pusat dapat menjalankan kewenangan untuk
membatasi peningkatan upah minimum di daerah.
·
Jika diperlukan, merevisi Undang-undang
mengenai Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional yang baru disahkan dan membentuk
komisi tingkat tinggi yang bertugas mendesain sistem kesejahteraan nasional.
Sistem ini harus dapat dilaksanakan dan mendukung penciptaan lapangan
pekerjaan.
4.
Peningkatan Keahlian Pekerja
Pemerintah
seharusnya dapat meningkatkan kemampuan angkatan kerja. Lemahnya kemampuan
pekerja Indonesia dirasakan sebagai kendala utama bagi investor. Rendahnya
keahlian ini akan mempersempit ruang bagi kebijakan Indonesia untuk
meningkatkan struktur produksinya. Walaupun pada saat sebelum krisis pendidikan
di Indonesia mencapai kemajuan yang luar biasa, dalam segi kuantitas, kualitas
pendidikan masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara pesaing lainnya.
Pemerintah harus lebih menekankan pencapaian tujuan di bidang pendidikan formal
dengan mereformasi sistem pendidikan, sesuai dengan prinsip dan manfaat dari
proses desentralisasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja (manpower) adalah penduduk
dalam usia kerja (berusia 15-65 tahun) yang potensial dapat memproduksi barang
dan jasa. Sebelum tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk
berusia 10 tahun ke atas (lihat hasil Sensus Penduduk 1971, 1980 dan 1990).
Namun sejak Sensus Penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan internasional,
tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15-65 tahun.
Pengangguran adalah seseorang yang
tidak atau sedang mencari pekerjaan. Kebanyakan pemgangguran terjadi karena
kurangnya kualitas keterampilan yang dimiliki oleh penduduk sehingga mereka
tidak dapat bekerja.
Kondisi ketenagakerjaan di
indonesia amatlah kurang dari harapan. Angka pengangguran masih sangat tinggi,
kualitas pekerja yang kurang memadai dan berbagai factor lain yang turut
memburuk kondisi tenaga kerja di Indonesia. Kebijakan pemerintah berkenaan
dengan ketenagakerjaan Indonesia belumlah cukup untuk mengentaskan para pekerja
dari kemiskinan.
B.
Saran
Untuk teciptanya tenaga kerja yang
berkualitas pemerintah supaya lebih
memperhatikan masyarakat, misalkan:
1)
Lebih mengoptimalkan perogram Belajar 9
tahun karena kebanyakan pengangguran terjadi disebabkan pendidikannya
rendah/hanya lulus sampai SD.
2)
Memberikan bantuan kepada anak yang
tidak mampu misalkan memberikan beasiswa.
3)
memberikan sarana dan prasarana
pendidikan misalkan gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar