Ingin File Wordnya Langsung Klik [ Disini ]
Kemerdekaan adalah suatu keadaan yang sangat diimpikan oleh semua
bangsa terutama bagi bangsa Indonesia yang hampir 3,5 abad dijajah oleh bangsa Belanda dan Jepang. Kemerdekaan
Indonesia bukanlah hadiah dari para penjajah.Kemerdekaan Indonesia adalah hasil
perjuangan para pahlawan dan juga rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Waktu penjajahan yang sangat lama
membuat bangsa Indonesia berpikir keras untuk keluar dari era tersebut.Setiap
ada kesempatan pasti digunakan sebaik mungkin meskipun nyawa taruhannya.
Sehingga makalah ini Penulis susun
untuk mengetahui bagaimana jerih payah para pejuang dalam mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia dan mengetahui segala hal yang terjadi dibalik suksesnya
bangsa Indonesia keluar dari masa penjajahan.
1.
Apa isi dari Janji Perdana Menteri Koiso
?
2.
Bagaimana Pembentukkan BPUPKI ?
3.
Bagaimana Pembentukkan PPKI ?
4.
Bagaimana Persiapan Perumusan Naskah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ?
5.
Bagaimana Menyusun Kronologi Kemerdekaan
Indonesia ?
6.
Bagaimana detik-detik pembacaan naskah
proklamasi ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui isi dari janji perdana
menteri Koiso
2.
Mengetahui proses pembentukkan BPUPKI
3.
Mengetahui proses pembentukkan PPKI
4.
Mengetahui bagaimana proses perumusan
naskah proklamasi Kemerdekaan Indonesia
5.
Mengetahui kronologi kemerdekaan
Indonesia
6.
Megetahui bagaimana detik-detik
pembacaan naskah proklamasi
Pada awal perang Dunia II Jepang
selalu mendapat kemenangan melawan Sekutu, tetapi pada tahun 1942 Jepang mulai
mendapatkan kekealahan dari Sekutu. Jepang yang semula berjaya menguasai Asia
Selatan dan asia Tenggara mulai terdesak oleh pasukan Sekutu.
Tahun 1944, Kekalahan Jepang di
Asia Pasifik tinggal menunggu waktu. Pada situasi demikian, perlawanan rakyat
di daerah jajahan semakin menyala. Keadaan tersebut diperburuk oleh turunyya
moril prajurit , krisis ekonomi dan politik di dalam negeri Jepang sendiri.
Tanggal 17 Juli 1944 , Jendral
Hideki Tojo meletakkan jabatan sebagai perdana menteri. Ia digantikan oleh
Jenderal Kunaiki Koiso. Koiso mempunyai tugas berat memulihkan kewibawaan
Jepang dimata bangsa-bangsa Asia. Untuk menarik hati bangsa indonesia, maka
pada tanggal 7 September 1944 dalam sidang parlemen jepang, perdana menteri
kuniaki koiso mengumumkan bahwa daerah hindia timur (indonesia) diperkenankan
merdeka “kelak dikemudian hari”.
Sejak diikrarkan janji kemerdekaan,
di kantor-kantor boleh dikibarkan sang Merah Putih yang berdampingan dengan
Bendera Jepang (Hinomaru) dan diperkenakan menggunakan bahasa Indonesia di
kantor, sekolah dan media masa.
Setelah Jepang memberikan janji
kemerdekaan dikemudian hari kepada bangsa indonesia, para pemimpin pergerakan
kemerdekaan Indonesia segera menuntut janji tersebut untuk diwujudkan. Akibat
desakan para pemimpin pergerakan kemerdekaan indonesia dan kedudukan jepang
yang semakin terdesak, maka Letnan Jenderal Kumakici Harada (pimpinan tentara
Jepang di Jawa) pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan badan
penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia (Dokuritsu Junbi
Cosakai), Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat ditunjuk sebagai ketua BPUPKI
dengan anggota sebanyak 64 orang.
Setelah susunan pengurus BPUPKI
terbentuk, maka pada tanggal 28 Mei 1945 diresmikan oleh pemerintah bala
tentara Jepang, sekaligus dilangsungkan upacara persiapan BPUPKI di gedung Cuo
Sangi In, jalan Pejambon Jakarta (Sekarang Gedung Departemen Luar Negeri).
Pada waktu itu dilakukan upacara
pengibaran bendera Hinomaru oleh M.R. A.R. Pringgodigdo yang kemudian disusul
pengibaran bendera sang saka merah putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa
tersebut membangkitkan semangat para anggota BPUPKI dalam usahanya
mempersiapkan kemerdekaan indonesia. Selain membangkitkan semangat anggota
BPUPKI, juga menggugah semangat Bangsa Indonesia untuk berjuang memperoleh
kemerdekaan. Dalam perjalanannya BPUPKI menyelenggarakan dua kali sidang.
a)
Sidang pertama BPUPKI (29 Mei 1945-1
Juni 1945)
Dalam sidang
pertama membahas tentang dasar negara. Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat
dalam pembukaannya meminta pandangan dari anggota mengenai dasar Negara
Indonesia.
Sidang ini
menekankan bahwa sesuatu yang akan dijadikan dasar negara hendaknya dicari dan
digali dari nilai-nilai yang sudah berakar kuat dari hati dan pikiran rakyat.
Selain itu agar dapat diterima secara bulat dan didukung oleh seluruh lapisan
masyarakat. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya
tentang dasar negara.
Pada tanggal 29
Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas
yaitu:
1.
peri kebangsaan
2.
peri kemanusiaan
3.
peri ke Tuhanan
4.
peri kerakyatan
5.
kesejahteraan rakyat
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr.
Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu
·
persatuan
·
keseimbangan lahir dan batin
·
kekeluargaan
·
keadilan rakyat
·
musyawarah
Pada tanggal 1
Juni 1945, Soekarno mengusulkan lima asas pula yang disebut Pancasila yaitu:
·
nasionalisme dan kebangsaan Indonesia
·
internasionalisme dan peri kemanusiaan
·
mufakat atau demokrasi
·
kesejahteraan sosial
·
Ketuhanan yang Maha Esa
Kelima asas dari
Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau bilamana diperlukan dapat
diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:
·
Sosionasionalisme
·
Sosiodemokrasi
·
Ketuhanan yang berkebudayaan
Bahkan masih
menurut Soekarno, Trisila tersebut di atas bila diperas kembali disebutnya
sebagai Ekasila yaitu merupakan sila gotong royong merupakan upaya Soekarno
dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan. Selanjutnya
lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila.
Dalam rapat 1 Juni 1945, nama yang dipilih untuk
dasar Negara Indonesia adalah Pancasila. Oleh karena itu, tanggal 1 Juni 1945
diperingati sebagai hari lahirnya pancasila. Dengan berakhirnya rapat pada
tanggal 1 juni 1945, maka selesailah pelaksanaan persidangan pertama BPUPKI.
Piagam Jakarta / Jakarta Charter
Dalam masa istirahat(reses) pada tanggal 22 Juni
1945 dibentuk lagi panitia kecil yang beranggotakan sembilan orang sehingga
disebut panitia sembilan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula
sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:
·
Ir. Soekarno (ketua)
·
Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
·
Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
·
Mr. Muhammad Yamin (anggota)
·
KH. Wachid Hasyim (anggota)
·
Abdul Kahar Muzakir (anggota)
·
Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
·
H. Agus Salim (anggota)
·
Mr. A.A. Maramis (anggota)
Pada tanggal 22
Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar
negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:
·
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
·
Kemanusiaan yang adil dan beradab
·
Persatuan Indonesia
·
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
·
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Konsep
proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia
pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya
diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.
b)
Sidang Keudua BPUPKI (10-17 Juli 1945)
Rapat kedua
berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan,
rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara,
pendidikan dan pengajaran.
Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah
Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan
diketuai Mohamad Hatta.
Dengan
pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah
Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis,
dan pulau-pulau sekitarnya
Pada tanggal 11
Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7
orang yaitu:
·
Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap
anggota)
·
Mr. Wongsonegoro
·
Mr. Achmad Soebardjo
·
Mr. A.A. Maramis
·
Mr. A.A. Maramis
·
Mr. R.P. Singgih
·
H. Agus Salim
·
Dr. Soekiman
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia
Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil
perancang UUD tersebut dan pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI
menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam
laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu:
a.
pernyataan Indonesia merdeka
b.
pembukaan UUD
c.
batang tubuh UUD yang didalamnya
mengesahkan tentang wilayah Negara,
bentuk Negara kesatuan, pemerintahan Republik, bendera nasional Merah Putih dan
bahasa Nasional bahasa Indonesia.
Pada tanggal 07 Agustus 1945 BPUPKI
dibubarkan dan diganti dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Republik
Indonesia.
Pada awalnya PPKI beranggotakan 21
orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang
dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari
golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut
·
Ir. Soekarno (Ketua)
·
Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
·
Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
·
KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
·
R. P. Soeroso (Anggota)
·
Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
·
Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
·
Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
·
Otto Iskandardinata (Anggota)
·
Abdoel Kadir (Anggota)
·
Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
·
Pangeran Poerbojo (Anggota)
·
Dr. Mohammad Amir (Anggota)
·
Mr. Abdul Maghfar (Anggota)
·
Mr. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
·
Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)[4]
·
Andi Pangerang (Anggota)
·
A.H. Hamidan (Anggota)
·
I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
·
Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
·
Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan
bertambah 6 yaitu
·
Achmad Soebardjo (Penasehat)
·
Sajoeti Melik (Anggota)
·
Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
·
R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
·
Kasman Singodimedjo (Anggota)
·
Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)
Pada tanggal 09 Agustus 1945, tiga
tokoh PPKI, yaitu Ir.Soekarno,Drs.Moh.Hatta dan Dr.Radjiman Widyodiningrat di panggil
ke Dalath,Vietnam Selatan oleh Jendral Terauchi untuk dilantik.Pada tangggal 15
Agustus 1945 , ketiga tokoh tersebut pulang ke Indonesia tanpa mengetahui
Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah
bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang
mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia dan pada
tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga
menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya.
Sementara itu di Indonesia, pada
tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio
gelapnya bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bersiap-siap
memproklamasikan kemerdekaan RI, dan
menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman
kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera
memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai
tipu muslihat Jepang, karena Jepang sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi
menghindari perpecahan dalam kubu
nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir
tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang
telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan
pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para
pejuang Indonesia belum siap.
Akhirnya, pada tanggal 14 Agustus
1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Golongan muda mendesak golongan tua untuk
segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin
terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat
proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda
tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk
oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri,
bukan pemberian Jepang.
1.
Perbedaan Pendapat Antara Golongan Tua
Dan Golongan Muda
Akibat
menyerahnya jepang kepada sekutu Di Indonesia terjadi Vacum Of Power, artinya
tidak ada pemerintahan yang berkuasa. Kekosongan kekuasaan ini dimanfaatkan
sebaik-baiknya oleh bangsa indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Setelah
mengetahui Jepang menyerah kepada sekutu, para pemuda segera menemui Bung Karno
dan Bung Hatta Di Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta. Dalam peremuan itu
Sutan Sahrir sebagai juru bicara para pemuda meminta agar Bung Karno Dan Bung
Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada saat itu juga, lepas
dari campur tangan jepang. Namun Bung Karno tidak menyetujuai usul para pemuda
karena proklamsi kemerdekaan perlu dibicarakan terlebih dahulu dalam rapat
PPKI. Alasannya, badan inilah yang bertugas mempersiapakan kemerdekaan
Indonesia.
Para pemuda
menolak pendapat Bung Karno. Para pemuda berpendapat bahwa menyatakan
kemerdekaan melalui PPKI tentu akan dicap oleh sekutu bahwa kemerdekaan
Indonesia hanyalah pemberian jepang. Para pemuda tidak menginginkan kemerdekaan
Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Jepang. Dengan demikian, usaha para
pemuda dengan juru bicara sutan syahrir untuk membujuk Ir. Soekarno agar segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia mengalami kegagalan.
Karena belum
berhasil membujuk Bung Karno, maka pada tanggal. 15 Agustus 1945 pukul 22.00
WIB para pemuda kembali mengadakan rapat Di Lembaga Bakteorologi Di Jalan
Pegangsaan Timur dengan dipimpin oleh Chaerul Shaleh. Keputusan rapat
mengajukan tuntutan radikal yang
menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan persoalan rakyat
Indonesia sendiri dan tidak dapat digantungkan pada orang lain dan kerajaan
lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus
diputuskan. Sebaliknya , diharapkan diadakan suatu perundingan dengan Ir.
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta agar segera menyatakan proklamasi.
Hasil keputusan
rapat disampaikan kepada Bung Karno Dan Bung Hatta pada pukul 22.00 WIB oleh
Darwis dan Wikana. Wikana menghendaki agar proklamasi kemerdekaan Indonesia
dinyatakan oleh Bung Karno pada keesokan harinya tanggal 16 Agustus 1945.
Mereka mengancam akan terjadi pertumpahan darah bila keinginan itu tidak
dilaksanakan . mendengar ancaman itu Bung Karno marah. Bung Karno sebagai ketua
PPKI tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya, sehingga bersikeras ingin
membicarakan terlebih dahulu dengan anggota PPKI lainya. Suasana tegang anatara
Darwis dan Wikana, dengan Bung Karno disaksikan oleh para tokoh nasionalis
golongan tua, seperti drs. Mohammad Hatta, Mr. Iwa Kusuma Sumantri, AR.
Buntaran, Dr. Samsi, dan Ahmad Soebardjo.
Tampak perbedaan
pendapat mengenai pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Golongan tua
menghendaki diadakan rapat PPKI terlebih dahulu. Sementara itu, golongan pemuda
bersikeras menyatakan bahwa proklamasi harus dilaksanakan pada tanggal 16
Agustus 1945.
2.
Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda
pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana --yang konon kabarnya
terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan
Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan
pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang
anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan
Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian
terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Ir.Soekarnao dan Moh.Hatta
ditempatkan di markas PETA pimpinan Syudanco Subeno.Tujuannya adalah agar Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.
Di sini, mereka
kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah
siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda,
Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr.
Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di
Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke
Rengasdengklok. Rombongan tibadi Rengasdengklok pukul 17.30 WIB.Setelah melalui
dialog antara dua kelompok muda dan tua dan dengan jaminan Ahmad Subardjo
akhirnya dicapai kesepakatan, yaitu :
1.
Soekarna dan Moh.Hatta diperbolehkan
kembali ke Jakarta
2.
Proklamasi Kemerdekaan akan dilaksanakan
di Jakarta selambat-lambatnya pukul 12.00 keesokan harinya, yaitu pada tanggal
17 Agustus 1945.
Pada tanggal 16 Agustus 1945,
sekitarn pukul 23.00 WIB rombongan Soekarno-Hatta dan para pemuda tiba di
Jakarta, untuk membicarakan pelaksanaan proklamasi. Mengingat bahwa hotel Des
Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk
pertemuan setelah pukul 10 malam, maka selanjutnya rombongan menujuke rumah
Jendral Mayor Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer
Jepang.
Mayor Jenderal Nishimura tidak mau
menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut.
Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa
Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan
proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal
Terauchi di Dalat, Vietnam.
Soekarno dan Hatta menyesali
keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang
bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya
Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin
dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan
diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda
mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan
Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang
memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura,
Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1)
diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.
Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura,
Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi
dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh
Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk
duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian
ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan
teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti
kekuasaan administratif.
Tentang hal ini Bung Karno
menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of
power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik
tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim
Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati,
Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang
diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann
Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada,
namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan
Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
Perundingan antara golongan muda
dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang
makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad
Soebarjo. Konsep teks proklamasi
ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik,
Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik.
Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di
kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo,
Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul
10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat
tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu
Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota
Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan tersebut
dapat disimpulkan bahwa kemerdekaan Republik Indonesia bukanlah pemberian dari
negara penjajah, melainkan hasil usaha para pejuang dengan semangat heroisme
dan melalui rintangan-rintangan yang membahayakan demi terlepasnya negara
Indonesia dari cengkraman para penjajah.
Dengan demikian, selaku warga
negara yang baik haruslah mencintai dan menghargai jasa para pahlawan yang
telah berjuang dimedan perang dengan
mempertaruhkan nyawanya. Rasa nasionalisme
dan patriotisme harus kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
B.
Saran
Perjuangan para pejuang dalam
mencapai kemerdekaan Indonesia bukanlah hal yang dihadapi dengan kemalasan.
Mereka berjuang dengangigih dan semangat demi terciptanya negara yang merdeka,
bebas dan berdaulat. Sehingga sikap inilah yang harus ditiru generasi mendatang
demi tetap terjaganya persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar